fbpx

Marketing in Corona Crisis

Virus Corona (COVID-19) telah memporak-porandakan dunia bisnis di seluruh dunia. 

Kenneth Rogoff, ekonom terkemuka Harvard, awal pekan ini menulis bahwa krisis virus Corona bisa menghantam ekonomi dunia dari dua sisi yaitu sisi demand maupun supply (twin demand-supply shocks) yang bisa mengarah ke resesi tahun ini.

Baru saja McKinsey mengeluarkan studi singkatnya, menengarai sektor seperti turisme & hospitality, penerbangan, otomotif, consumer goodsconsumer electronics sebagai sektor yang paling terdampak oleh virus mematikan tersebut.

Yang paling apes adalah bir Corona yang penjualan dan harga sahamnya anjlok karena di tengah kepanikan, orang serta-merta mengasosiasikan merek bir asal Meksiko ini dengan virus mematikan ini sehingga konsumen emoh membelinya. 

Dua hari lalu saya ketemu seorang direktur bank nasional besar, mengatakan bahwa sektor perbankan tak luput dari gerusan virus Corona. Kalangan perbankan was-was akan potensi meluasnya NPL (non performing loan) dan mengerutnya ekspansi kredit. “Yang bisa kami genjot hanya DPK (dana pihak ketiga),” ujar si bankir. 

Itu cerita buruknya. Di tengah krisis Corona, banyak pula bisnis yang justru meraup banyak rezeki. 

Netflix misalnya, beberapa bulan terakhir justru panen dan sahamnya melonjak tajam. Lantarannya jelas, orang nggak banyak ke luar rumah, solusi cesplengnya adalah nonton film di rumah. 

Produsen alat-alat pelindung (masker) dan sanitasi, suplemen daya tahan tubuh, hingga pasar swalayan menikmati keberuntungan yang sama karena melonjaknya permintaan. Di tengah “shop from home” trend akibat virus Corona, toko online beberapa hari terakhir justru makin booming.   

Bagaimana sebaiknya marketer menjalankan strategi di tengah kepanikan konsumen akibat virus Corona?  

“Tiarap”, Jangan Jualan

Bahkan ketika diuntungkan oleh bencana virus Corona, Anda tidak boleh terlalu berlebihan jualan (hardsell). Anda harus tetap “tiarap”. Kenapa? Karena ini adalah saat kedukaan. Saat dimana semua orang dirundung ketakutan dan kecemasan. Tone jualannya haruslah suportif dan mengandung semangat kepedulian dan empati. 

Jangan sampai muncul kesan brand Anda mengeksploitasi keadaan. Apa kata dunia, saat semua orang dirundung kesusahan, brand Anda justru jor-joran jualan memanfaatkan keadaan yang bagi kebanyakan orang sangat mencemaskan. Jangan sampai tercipta persepsi bahwa brand Anda mengambil keuntungan dari kondisi sulit yang terjadi.

Ingat, di tengah krisis Corona, masyarakat yang diliputi kecemasan bisa sangat sensitif. Dalam kondisi seperti itu, promosi berlebihan bisa berujung bully atau hujatan di media sosial. Dan kalau sudah begitu, maka brand reputation Anda di ujung tanduk.

Singkatnya, rule of thumb-nya kira-kira begini: Di tengah krisis Corona, yang harus lakukan adalah: public relation (PR): yesMarketingnoSellingabsolutely no.

It’s Time for Empathy

Di tengah kepanikan dan kesusahan banyak orang, ini adalah saat yang pas bagi brand untuk berempati. 

Beberapa hari lalu ada video dari artis dangdut asal Banyuwangi menyanyikan lagu berjudul “Corona” yang diplesetkan menjadi “Comunitas Rondo Merana”. Sontak si penyanyi berikut labelnya mendapat kecaman dan hujatan dari netizens. Bahkan si pedangdut mendapat somasi dari Keluarga Migran Indonesia (KAMI) Jatim.

Kasus tersebut menunjukkan tidak empatiknya si pedangdut di tengah bencana virus Corona. Bayangkan jika hal serupa terjadi pada iklan atau brand activation Anda yang coba-coba memplesetkan krisis Corona. Bisa dipastikan dampak buruknya bakal fatal dan disruptif. Anda harus menghindari gimik-gimik marketing yang terlalu overcreative dan “nyrempet-nyrempet” risiko kena bully netizens. 

Jangan sekali-sekali menjadikan musibah ini untuk eksperimen gimik marketing apalagi menjadikannya sebagai bahan guyonan seperti dilakukan si pedangdut. Sebaliknya, brand justru harus menunjukkan empati dan keseriusan untuk menjadi bagian dari solusi bagi musibah ini. 

Menjadi Solusi

Saat-saat seperti ini adalah saat yang paling tepat untuk menunjukkan bahwa perusahaan Anda adalah corporate citizen yang baik. Inilah waktu yang tepat untuk menjalankan program corporate social responsibility dengan aktif menjadi solusi sosial bagi permasalahan masyarakat di tengah krisis Corona. 

Di tengah melonjaknya harga masker karena tingginya permintaan dan adanya oknum penimbun barang, tiga hari lalu Apotik Kimia Farma mengeluarkan pengumuman yang empatik. Harga masker di seluruh Apotik Kimia Farma tetap Rp. 2000 di tengah harga masker melambung tinggi hingga 10 kali lipat. 

Untuk pemerataan, Apotik Kimia Farma membatasi penjualan masker sebanyak dua masker per orang. Dan apotik plat merah ini menjamin bahwa pasokan masker akan cukup sehingga masyarakat tetap bisa mendapatkannya dengan harga yang wajar. 

Langkah Apotik Kimia tersebut merupakan solusi di tengah kelangkaan masker saat itu. Hal ini punya dampak positif bagi brand dan menimbulkan simpati di kalangan konsumen dan masyarakat luas.

Facebook mencoba menjadi solusi dengan memerangi apa yang disebut “infodemic” yaitu informasi tidak benar mengenai virus Corona yang begitu mudah viral di media sosial dan menjadikan musibah Corona kian runyam. Seperti halnya langkah Apotik Kimia Farma, langkah empatik ini tentu akan membentuk citra positif bagi brand Facebook.

Total
0
Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Ep.03 Covid-19 Crisis

Next Post

Perilaku Konsumen @ Covid-19

Related Posts
Total
0
Share