Selama lima minggu ini saya akan menguraikan kajian akhir tahun Inventure mengenai Marketing Outlook 2020. Tulisannya akan terbagi menjadi tiga bagian.
Pertama adalah “The 3 Market MEGASHIFT” mengenai tiga kekuatan dahsyat yang mendisrupsi pasar Indonesia. Kedua, “The FALL & the RISE of the Industries” mengenai industri-industri yang porak-poranda oleh tiga kekuatan disrupsi di atas. Dan ketiga, “The LEAP Strategies” mengenai strategi untuk sukses di era MEGASHIFT.
Berikut ini adalah bagian keempat yaitu: The LEAP Strategies. Di dalam ebook Marketing Outlook 2020 (bisa diunduh di: bit.ly/MarketingOutlook2020 saya menguraikan 7 LEAP Strategies namun karena keterbatasan ruang saya uraikan tiga di antaranya. Strategi pertama sudah saya uraikan minggu lalu, minggu ini saya uraikan dua strategi sisanya.
Download: Ebook Marketing Outlook 2020
II. Thin Like a Millennials
Dalam buku Millennials Kill Everything (2019) saya mengatakan bahwa dalam beberapa tahun ke depan pasar Gen-X akan “dibilas” oleh pasar milenial seiring dengan semakin dominannya populasi milenial dalam angkatan kerja.
Karena pasar bakal didominasi oleh milenial maka jika produk Anda tidak dipreferensi dan tidak dibeli oleh milenial maka bisnis dan perusahaan Anda akan mati. Karena itu mengacu prinsip dasar customer-centric: mau tak mau Anda harus “millennial-centric”. Anda harus selalu “berada di sepatunya milenial”. Anda harus selalu “Think like a millennial”.
#1. Speed, Simplicity, Convenience Are King
Milenial adalah generasi mager (“malas gerak”). Kenapa? Karena digital apps memudahkan hidup milenial. Mau makan pesan via GoFood. Mau nonton film via Netflix. Menikmati musik cukup via Spotify di HP. Kecepatan, kesimpelan, kemudahan adalah kemutlakan bagi konsumen milenial. Karena itu Anda harus mumpuni memetakan customer journey, mengidentifikasi pain point mereka, dan kemudian mensolusikannya dengan menawarkan kecepatan, kesimpelan, dan kemudahan.
Baca juga: Marketing Outlook 2020 #3: The Leap Strategies
#2. Think “More for Less”
Millennials love digital? Kenapa? Salah satunya karena dengan digital mereka bisa mendapatkan layanan yang more for less: “more benefit, less cost”. Layanan yang diberikan platform digital seperti GoJek, Traveloka, Tokopedia, atau RuangGuru memiliki satu kesamaan, yaitu memberikan “more benefits with less cost”. Dulu kita hanya bisa menawarkan layanan “more for more” (more benefits with more cost) dan less for less (less benefits with less cost), namun kini dengan canggihnya aplikasi digital milenial menuntut layanan yang “more for less”.
#3. Millennials Driver of Sharing Economy
Bagi milenial, akses (access) lebih penting dibanding kepemilikan (ownership). Itu sebabnya mereka lebih suka berbagi (sharing) dalam mengonsumsi produk dan layanan. Ya, karena sharing itu menciptakan efisiensi. Sharing memberikan cool experience. Dan sharing itu bagus untuk lingkungan. Itu sebabnya mereka menginginkan konsumsi berbagi (sharing consumption). Menggunakan mobil harus berbagi (Grab); menggunakan ruang kerja harus berbagi (co-working space); mendengarkan musik harus berbagi (Spotify).
#4. Peers Is the Most Influencers
“Peers are millennials center of life.” Hidup milenial berpusat pada teman-teman mereka di media sosial (3F: friends, fans, followers). Likes, comments, tag dari peers begitu penting bagi milenial. Bahkan mereka lebih percaya peers dibanding klaim dari pemilik brand. Peers adalah influencer paling powerful bagi milenial, karena itu jika memasarkan produk ke milenial, dayagunakan peers untuk memengaruhi mereka.
#5. Welcome Esteem Economy
Milenial tak hanya mencari pengalaman dari setiap konsumsi yang dilakukannya, mereka juga mencari aktualisasi diri, pengakuan, dan eksistensi diri (esteem). “Welcome esteem economy”. Karena alasan itu Instagram menjadi media berekspresi dan eksistensi diri yang begitu populer di kalangan milenial. Itu pula sebabnya mereka sering disebut DIFTI (“Did It for the Instagram”) Generation: Apapun yang mereka lakukan “demi” untuk nampang di Instagram. Seperti halnya Instagram, untuk menaklukkan hati milenial brand Anda harus bisa menjadi media untuk berekspresi, mendapatkan pengakuan dari peers, dan alat untuk eksistensi diri.
#6. Millennials Are Happiness-Seeker
Bagi mereka waktu adalah aset yang paling berharga. Karena itu mereka berupaya mengisi setiap jengkal waktunya untuk menghasilkan emosi positif (positive emotion) dan sesuatu yang fun agar bahagia. Kalau Gen X bekerja untuk mencari uang dan status, maka Gen Milenial bekerja untuk mencari kebahagiaan. Tak hanya itu, milenial adalah juga meaning-seeker. Agar bahagia, mereka menginginkan hidupnya bermakna bagi mereka sendiri maupun masyarakat di sekitarnya. Mereka mendambakan a meaningful life. Karena itu value proposition yang Anda tawarkan harus mampu menciptakan happiness dan meaning