Modal mix atau bauran penggunaan moda transportasi warga kota untuk menjalankan aktivitas sehari-hari juga akan berubah dengan adanya wabah COVID-19.
Yang jelas penggunaan moda transportasi massal (mass transit) seperti bussway, MRT, LRT, atau communter line akan berkurang mengingat warga kota takut kerumunan massa di moda transportasi ini merupakan medium penularan virus yang sangat rawan.
Kalau penggunaan transportasi massal berkurang lalu akan dikompensasi dengan apa? Di kota-kota besar di Indonesia kemungkinan paling besar akan beralih ke kendaraan pribadi. Tak mengherankan, mengingat “kecanduan” penggunaan mobil pribadi di Indonesia sangat tinggi. Kalau betul beralih ke kendaraan pribadi, maka kita akan menyongsong problem kemacetan yang lebih serius. Itu untuk kelas menengah-atas. Untuk warga kota di strata yang lebih bawah, penggunaan sepeda motor akan kian populer.
Alasannya jelas, dibandingkan dengan angkutan massal sepeda motor memiliki risiko penularan COVID-19 yang lebih kecil.
Taksi (baik konvensional maupun online) memiliki risiko penularan virus yang lebih rendah dibanding transportasi massal, namun masalahnya di harga yang mahal, apalagi kalau untuk kebutuhan transportasi rutin sehari-hari.
Ojek online yang sebelum pandemi begitu populer memiliki risiko menularkan virus yang cukup besar. Karena itu minat warga kota tak akan setinggi sebelumnya. Mereka akan lebih prefer menggunakan motor sendiri
Moda transportasi lain adalah mocromobility yaitu alternatif moda transportasi untuk jarak pendek dan kecepatan rendah di bawah 25 Km/jam (sepeda, skuter, jalan kaki). Pilihan rasionalnya adalah sepeda. Karena itu di new normal tren bike to work bakal makin kencang lagi di kota-kota besar Tanah Air.