fbpx

NEW CONCEPT OF RESTO IN THE NEXT NORMAL

Penanganan virus COVID-19 di setiap menjadi pekerjaan yang paling prioritas. Hal ini tidak lain agar pemulihan ekonomi bisa dilakukan mulai awal 2021. Pemulihan ekonomi akan sulit dilakukan apabila krisis kesehatan dampak dari COVID-19 belum terkendali. Kami mengilustrasikan kondisi perubahan bisnis di era pandemi seperti bagan berikut.

Saat ini, seluruh dunia sedang mengalami era New Normal dimana semua bisnis harus memiliki back up strategy paling tidak untuk bisa survive di sepanjang 2020. Khususnya bagi industri-industri yang falling. Titik balik geliat ekonomi yaitu pada saat vaksin sudah diproduksi massal dan terdistribusi. inilah yang kami sebut sebagai era Next Normal, era untuk bangkit dan menciptakan kembali moment of growth. Meskipun vaksin COVID-19 sebagai cure therapy sudah ada dan bahkan dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, situasi bisnis tidak akan pernah kembali seperti sebelum terjadi pandemi atau situasi normal.

Kami menyebutnya era Next Normal. Setelah New Normal atau kenormalan baru maka era selanjutnya saat vaksin sudah ada disebut dengan kenormalan selanjutnya. Di tahap ini, masyarakat mulai kembali beraktivitas seperti saat situasi normal namun dengan perilaku yang telah beradaptasi dengan kenormalan baru. Seperti misalnya, masyarakat mulai pergi travelling, bekerja di kantor, belanja di mall namun kebiasaan-kebiasaan di era new normal seperti 3M: memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak akan tetap dilakukan.

Vaccine Progress is A Soothing Relieve

Titik balik ekonomi kembali menggeliat setelah terpuruk habis-habisan di 2020 yaitu ketika vaksin COVID-19 sudah mulai diproduksi massal. Artinya, konsumen boleh sedikit lega karena tidak lama lagi mereka bisa mendapatkan vaksin. Dengan adanya vaksin, ancaman krisis kesehatan sanggup ditekan sehingga konsumen tidak khawatir lagi beraktivitas di luar rumah seperti bekerja, berbelanja maupun berjualan. Beruntungnya, Indonesia memiliki Bio Farma, perusahaan yang diberi izin oleh WHO untuk mengembangkan vaksin sehingga jalur distribusi vaksin bagi masyarakat Indonesia bisa lebih cepat.

Sinyal kabar baik perkembangan vaksin COVID-19 di Indonesia pertama kali disampaikan oleh Presiden RI, Joko Widodo yang menyatakan bahwa mulai Januari tahun depan vaksin segera diproduksi dan perkiraan produksi massal di bulan Maret 2021.

Pengembangan vaksin COVID-19 di Indonesia atau Vaksin Merah-Putih bekerja sama dengan Sinovac, perusahaan asal Tiongkok yang saat ini sudah sampai tahap III uji coba klinis. Diperkirakan tahan uji coba III akan selesai di Januari 2021.

2021, The Year to Win-Back

Pandemi COVID-19 telah menciptakan krisis ekonomi global yang dampaknya paling serius dibandingkan krisis-krisis sebelumnya. Kontraksi ekonomi terjadi di semua negara baik negara maju dan berkembang. Hanya China yang diprediksi mampu menciptakan pertumbuhan 1% di 2020.  Prediksi IMF dan World Bank sepakat pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun 2020 akan minus. Ditambah lagi, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani sudah menyatakan Indonesia resmi resesi.

Kabar baiknya, prediksi IMF dan World Bank pertumbuhan ekonomi di 2021 cukup menggembirakan yaitu di angka 5,1% (IMF) dan 4,8% (World Bank). 2021 kemudian kami menyebutnya sebagai tahun bangkit. Tahun untuk memulai kembali melakukan lompatan.

Tahun 2020 adalah tahun survival. Semua pemilik usaha pontang-panting bertahan di tengah badai duo krisis kesehatan + ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19. Namun, dibalik perjuangan tersebut ada optimism yang harus segera dibangun dibandingkan berlarut-larut dalam angka-angka minus.

Tahun 2021 adalah tahun kebangkitan. Prediksi vaksin akan mulai diproduksi di Januari tahun depan menjadi titik balik ekonomi kembali menggeliat. Perlu disadari, situasi tidak akan pernah kembali normal mengingat pandemi telah merubah perilaku konsumen secara ekstrim. Maka dari itu, pemilik usaha harus benar-benar mempersiapkan diri menghadapi era baru yaitu era Next Normal. Era yang mengubah ancaman krisis COVID-19 menjadi peluang.

Resto Business Landscape in the Next Normal

Pelarangan makan di tempat (dine in) untuk resto dan kafe selama PSBB berkontribusi besar terhadap penurunan omzet bisnis resto. Hal ini kemudian memberikan tantangan yang berat bagi industri resto dan Food and Beverages (FnB).

Di skala global, pembatasan sosial telah mengacaukan rantai pasok dunia. Negara-negara menutup akses wilayahnya untuk menekan laju penyebaran virus COVID-19 termasuk menutup akses logistik yang berdampak pada aktivitas ekspor-impor. Maka dari itu, bisnis terpaksa berhenti beroperasi karena mereka tidak bisa memperoleh bahan mentah.

Sementara itu, di skala nasional, dengan adanya pelarangan dine in secara otomatis pemilik bisnis resto dan FnB hanya bisa mengandalkan dari pembelian take away dan delivery. Kedua aktivitas ini sangat bergantung pada teknologi digital. Tidak dapat dipungkiri, pandemi COVID-19 telah mengakselerasi adopsi digital. Kunci utama untuk survive di masa pandemi yaitu kecepatan beradaptasi dengan teknologi digital. Maka dari itu, melakukan transformasi digital bukan lagi menjadi hal yang bisa ditawar.

Industri resto dan FnB juga harus menghadapi tantangan perubahan perilaku konsumen. Perubahan yang paling menonjol yaitu ditandai dengan perubahan pola konsumsi yang cenderung mengurangi aktivitas belanja. Salah satunya ditandai dengan peningkatan aktivitas dapur karena konsumen lebih sering memasak. Selain untuk alasan lebih higienis juga untuk menghemat pengeluaran rumah tangga.

Lantas, menghadapi tantangan dari sisi analisis makro dan mikro bagaimana masa depan resto di era Next Normal?

Kami di Inventure mengkaji 3 faktor utama yang berpengaruh terhadap bisnis dalam analisis 3C (Changes, Competition, Customer). Ketiga faktor tersebut akan berpengaruh secara saling silang terhadap pertumbuhan bisnis resto dan FnB di era Next Normal. Analisis 3C kami definisikan sebagai berikut: Outer Circle Changes, Mid Circle Competition dan Inner-Circle Customer.

 

#1. OUTER CIRCLE: CHANGES

Dari segi analisis makro, tantangan terberat yang dihadapi oleh bisnis resto yaitu disrupsi pada rantai pasok makanan. Selain itu, kekacauan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 dan dialami oleh negara-negara maju turut membuat ancaman resesi dalam negeri semakin nyata. Dampaknya, dengan kondisi ekonomi yang tidak pasti, konsumen akan cenderung berhemat. Ditambah lagi aturan kebijakan buka tutup PSBB yang mendorong konsumen beraktivitas di rumah saja. Ketika konsumen mengurangi konsumsi dan sudah semakin nyaman di rumah, otomatis perilaku food delivery dan dine in di resto akan berkurang drastis. 

#2. MID-CIRCLE: COMPETITION

Pandemi COVID-19 menjadi katalisator yang mempercepat adopsi digital. Dengan begitu mau tidak mau, pandemi memaksa bisnis harus melakukan digitalisasi proses. Tren model operasional seperti Ghost Kitchen mulai booming karena konsumen lebih mengandalkan jasa online food delivery maka keberadaan resto yang luas dan instagrammable tidak lagi relevan.

#3. INNER-CIRCLE: CUSTOMER

“After pandemic, every consumer is digital consumer”. Maksudnya yaitu ketika di masa pandemi bisnis berlomba-lomba melakukan digitalisasi. Di sisi yang lain, konsumen juga mengalami digital maturity. Konsumen dari segela rentang usia mulai fasih menggunakan gadget. Dengan digitalisasi bisnis, konsumen akan menaruh ekspektasi lebih dan menjadi lebih value oriented. Artinya, konsumen sangat berhati-hati sebelum membeli dan pertimbangan harga menjadi penting karena adanya persepsi bahwa dengan digitalisasi proses, maka harga yang ditawarkan seharusnya bisa lebih murah.

 The New Economy

RESTO LIVES IN THE 3 NEW ECONOMY

Di masa pandemi resto/FnB harus bisa hidup dan beradaptasi di lingkungan 3 ekonomi: Hygiene Economy dimana cleanliness, healthiness dan safety menjadi penentu krusial. Low-Touch Economy dimana operasi resto (front-end maupun back-end) harus memperkecil persentuhan fisik. Less-Crowd Economy dimana jaga jarak menjadi sebuah keharusan untuk mengurangi risiko penularan COVID-19.

#1. HYGIENE ECONOMY

Pandemi COVID-19 selain mendorong akselerasi digital juga meningkatkan kesadaran terhadap konsep CHS (Cleanliness, Healthinness, Safety). Terutama saat harus bepergian ke luar rumah termasuk dalam hal preferensi memilih tempat makan. Kedepannya, konsumen akan makin peduli dengan penerapan konsep CHS di resto dan tempat makan. Bukan tidak mungkin, konsumen akan berpindah ke lain hati ketika mengganggap resto tidak serius menerapkan protokol kesehatan sekalipun resto tersebut adalah resto favorit mereka.

#2. LOW-TOUCH ECONOMY

Di era Next Normal, industri resto perlu melakukan desain ulang terhadap customer journey. Seperti yang kita ketahui, Pandemi menghadirkan pola ekonomi baru yaitu contactless economy. Setelah vaksin diproduksi dan bisa diakses secara massal, imajinasi bahwa konsumen masih ingin datang ke resto yang waiting list, buku menu makanan berbentuk fisik dan tempat duduk sharing tentu tidak aka nada lagi.

Konsumen menuntuk experience yang minim sentuhan saat dine-in di restoran dengan memaksimalkan fitur digital seperti booking online, scan menu barcode dan digital payment. Maka, kunci utama untuk win-back di era Next Normal yaitu sesegera mungkin melakukan transformasi digital.

#2. LESS-CROWD ECONOMY

Situasi ini kemudian melahirkan gaya hidup baru yaitu food @ home lifestyle. Konsumen menjadi lebih nyaman membeli secara online dan makan di rumah masing-masing. Melihat demand ini, peluang lainnya yang coba ditangkap oleh perusahaan Gojek yaitu mereka meluncurkan fitur baru “pickup” dimana konsumen bisa memesan makanan dan mengambil makanannya sendiri di lokasi sehingga dari segi keamanan bisa lebih terjamin karena minim kontak karena konsumen tidak perlu antri lagi dan bisa mengambil pesanan di jam yang sudah ditentukan.Saat semua resto harus tutup di masa PSBB jilid ke-2 di DKI Jakarta, satu-satunya harapan para pemilik bisnis resto ialah bergantung pada penjualan online dan layanan delivery. Hal ini memungkinkan konsumen tetap bisa membeli makan dari resto favorit mereka dari rumah.

Konsep baru restoran setelah pandemi akan sangat berbeda dengan konsep sebelum pandemi. 3 konsep baru yaitu hygiene, contactless dan less crowd menjadi pertimbangan utama konsumen dalam memilih tempat makan. Bagaimana strategi yang perlu diketahui oleh pemilik bisnis resto?

Resto Business Landscape in the Next Normal and The Strategy

Total
0
Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

The New Omni Marcomm after Pandemic

Next Post

UKM INDUSTRY OUTLOOK 2021: MORE AGILE, MORE DIGITAL

Related Posts
Total
0
Share